Tafsir Tahlili
Salah satu metode tafsir yang paling umum digunakan oleh para pengkaji al-Qur'an adalah metode tahlili. Metode ini menafsirkan al-Qur'an dengan berusaha menjelaskan maknanya dengan menguraikan berbagai aspeknya.
Tafsir ini diberikan secara berurutan ayat demi ayat kemudian surat demi surat dari awal hingga akhir, sesuai dengan susunan mushaf al-Qur'an. Ini menjelaskan kosa kata, konotasi kalimat, latar belakang turunnya ayat, dan hubungannya dengan ayat lain, baik sebelum maupun sesudahnya, serta munasabah. Selain itu, tafsir ini juga menguraikan pendapat orang lain tentang tafsiran ayat-ayat tersebut.
Sasaran yang dituju dan kandungan ayat, yaitu unsur-unsur I'jaz, balaghah, dan keindahan susunan kalimat, menjelaskan apa yang dapat diambil dari ayat, termasuk hukum fikih, dalil syar'i, arti secara bahasa, dan standar moral, antara lain.
Tujuannya
Tujuan utama para ulama menafsirkan al-Qur'an dengan cara ini adalah untuk membangun dasar-dasar logis untuk memahami kemukjizatan al-Qur'an, sesuatu yang tampaknya tidak diperlukan oleh umat Islam saat ini. Karena itu, metode penafsiran perlu dikembangkan karena menghasilkan gagasan yang beraneka ragam dan terpisah-pisah.
Tafsir al Muharrar al Wajiz
Kitab tafsir Ibnu Athiyyah yang paling terkenal adalah "Al-Muharrar al-Wajiz." Dalam studi tafsir, kitab ini menjadi salah satu referensi kelompok aswaja. Tafsir al Muharrar menjadi penting karena banyak tafsir lain muncul di Barat setelahnya. seperti Jawahir Al Hisan Fi Tafsir Al Qur'an oleh Al-Sa'labi di Magrib (Maroko), Tafsir Jami' Al Ahkam oleh Imam Al Qurthubi, dan Al Bahr Al Muhith oleh Ibnu Hayyan.
Deskripsi Umum Tafsir Al Muharrar al Wajiz
Tafsir al Muharrar al Wajiz fi Tafsir al-Kitab al-‘Aziz adalah karya Ibnu Athiyyah yang paling terkenal. Karya Ibnu Athiyyah tidak dikenal dengan nama ini. Kitab Ibnu Athiyyah ini diberi nama dengan beberapa cara. Ibnu ‘Umayrah al-Dhabbiy, yang meninggal pada tahun 599 H atau 1202 M, menjelaskan kitab ini dengan nama Allafa Fi Al-Tafsir Kitaban Dhakhman Arba ’Ala Kulli Mutaqaddim. Dia disebut Wa ta’lifuhu fi al tafsir jalil al fa’idati katabahu al-nasu katsiran wa sami’uhu minhu wa akhadzuhu 'anhu oleh Ibnu al-Abba'r (w. 658 H/1259 M).
Pada abad keenam hingga sepuluh hijriah, para ulama sering menyebut tafsir Ibnu Athiyyah dengan nama "Ibnu Athiyyah" atau "al-Wajiz". Haji Khalifah, yang meninggal pada tahun 1067 H, adalah orang pertama yang menyebut tafsir Ibnu Athiyyah dengan nama al-Muharrar al-Wajiz fi Tafsir al-Kitab al-‘Aziz.
Oleh karena itu, nama al-Muharrar al-Wajiz fi Tafsir al-Kitab al-‘Aziz baru dikenal lima puluh tahun setelah penulisannya. Tafsir ini ditulis sebelum ayahnya meninggal. Menurut Abu Ja'far al-Dabbi, ayah Ibnu Athiyyah terkadang membangunkan putranya dua kali setiap malam dan berkata, "Bangunlah anakku! Tulis ini dan ini di tempat ini dalam tafsirmu.." Ibnu Athiyyah menulis tafsir ini pada usia 30 tahun. Tidak ada yang tahu kapan penulisan al-Muharrar ini berakhir.